Nama lengkapnya
KH. Masruchan Shodiq, namun beliau lebih akrab disapa dengan KH. Masruchan.
Beliau lahir di Demak, 16 Oktober 1938. Beliau tinggal di Desa Karanganyar Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Demak. KH. Masruchan anak ke 5 dari 9 bersaudara, beliau berasal
dari keluarga berada. Ayah beliau bernama Bawi Abdurrahman dan ibunya bernama
Saini. Konon menurut cerita, Mbah Bawi ayah KH. Masruchan ketika itu mepunyai
anak empat perempuan semua, mbah Bawi bernadzar apabila nanti punya anak
laki-laki akan mengadakan berjanjen 7 malam berturut-turut, maka lahirlah
Masruchan kecil dan dilaksanakanlah nadzar tersebut, Beliau menikah pada usia
23 tahun dengan gadis berusia 13 tahun yang bernama Mukshodah, yang merupakan
muridyang pernah beliau ajari ilmu, nahwu, shorof, fiqih dan lain-lain di rumah
Bapak Muzayyin Karanganyar. Dari pernikahannya, beliau dikaruniai 4 putra dan 3
putri yaitu : H. Ahmad Najib, Hj. Aisyatun, Hj. MuzlifatunNi’mah, Sa’dulloh
Yazid, H. Ulil Abshor, Aini Matswah dan H. Ahmad Qowi Rais.
Jenjang pendidikan beliau dimulai dari
Sekolah Rakyat (SR) setara dengan Sekolah Dasar (SD) pada saat ini. Kemudian melanjutkan
pendidikannya ke MTs.Ma’ahid di Kudus (dahulu madrasah ini beraliran NU namun sekarang
beralih menjadi Muhammadiyah) sambil mondok di KH. Khambali Bejen Kudus dan
terakhir beliau mondok di pesantren yang dipimpin oleh KH. Muhammadun Pondowan,
Tayu, kabupaten Pati. Beliau mondok di Pati kurang lebih selama 3 tahun.
Setelah selesai mondok, beliau ingin
mendirikan sebuah pondok. Beliau beralasan bahwa pndok merupakan salah satu tempat
yang terbaik untuk mendidik anak-anak yang pandai dalam hal agama dan
bersosialisasi dengan masyarakat. KH. Masruchan juga mempunyai keinginan supaya
anaknya menjadi seorangtahfidzatau kyai sehingga ketujuh anaknya dipondokkan semua.
Beliau kurang cocok jika anaknya menjadipegawai, beliau lebih menyukai anaknya menjadi
pedagang sesuai yang pernah dilakukan Rasulullah. Jika anakanya menjadi pedagang
beliau tidak terlalu khawatir karena anaknya sudah dibekali ilmu-ilmu agama
dari pondok pesantren agar menjadi pedagang yang jujur.
Tokoh yang satu ini dikenal sebagai
orang yang aktif dan ringan tangan. Dalam beberapa kesempatan, beliau tercatat sebagai
pemrakarsa dalam menjalankan berbagai macam kegiatan keagamaan dan organisasi
NU. Beliau juga tercatat sebagai ta’mir masjid, ketua GP Anshor sejakt ahun
1958-1964 (saat berusia 20-36 tahun), kemudian menjadi Ketua Ranting NU tahun
1975-1989 (saat berusia 37 - 51 tahun). Dilanjutkan menjadi pengurus MWC NU tahun
1987-2004 (saat berusia 49 - 66 tahun), Pengurus Cabang tahun 1993 saat beliau berusia
55 tahun. Dalam masa jabatan beliau sebagai ketua Tanfidziyyah MWC NU beliau berhasil
mendirikan Gedung MWC NU Karanganyar yang berada di komplek madrasah.
Kampanye PPP di alun-alun Demak yang dihadiri oleh H. Roma Irama
Beliau tidak berkenan bila dirinya disebut
kyai, bahkan beliau menganggap dirinya bodoh dalam segala hal (agama tidak pintar,
pendidikan formal pun tidak pintar). Karena ketegasan, kedermawanan,
ketangguhan, kegigihan dan sikap beliau, banyak masyarakat menganggap beliau itu
seorang kyai yang luar biasa.
Disamping itu, beliau merupakan
salah satu pendiri Yayasan Mazro’atul Huda Karanganyar. Beliau juga merintis pondok
putri Mazro’atul Huda Karanganyar. Karena sifat kedermawanannya beliau mewakafkan
tanahnya untuk dibangun madrasah. Tanah yang diwakafkan dahulu berupa sawah. Bangunan
pertama kali yang dibangun berupa Madrasah Diniyah. Bangunan yang kedua yaitu
Madrasah Tsanawiyah dibangun tahun 1978. Bangunan terakhir adalah Madrasah
Aliyah tahun 1981.
Beliau mewakafkan tanahnyas ekaligus
sebagai pemrakarsa pewakafan tanah yang sekarang ini dibangun madrasah. Beliau mempunyai
pandangan jauh ke depan, hal ini dapat dilihat dari :
1.
Penyediaan
tanah yang luas dalam rangka pengembangan madrasah
2.
Memfasilitasi
madrasah dengan mendirikan pondok agar siswa yang jauh bisa sekolah disini.
Bagi
beliau harta benda tidak dibawa mati, beliau lebih mengutamakan kehidupan akhirat
dari pada kehidupan duniawi. Selain mewakafkan tanah tersebut, beliau juga
pernah membangun sebuah jalan di kampungnya. Dilingkungan masyarakat, beliau memiliki
jiwa sosial yang besar serta mudah akrab dengan orang lain. Sementara itu,
dilingkungan keluarga, beliau dikenalsebagai orang tua yang tegas dan disiplin.
Semua itu diajarkan kepada anaknya untuk membekali diri dalam menjalani kehidupan.
Terlebih dalam urusan agama, beliau termasuk orang yang tegas dalam menentukan suatu
keputusan. Jika dirasa tidak sesuai dengan tuntunan agama, pasti akan dilarang untuk
melakukannya. Seperti halnya yang diceritakan oleh ibu Muzlifatun Ni’mah putrid
ketiga beliau, pada saat dirinya masih mondok di Sarang, “Ketika itu waktu liburan
di rumah, pernah ada tamu laki-laki datang. Bapak yang “njagongi”, karena ada kesibukan yang lain sehingga tidak bisa menemani
tamu lama-lama, saya tidak langsung dipanggil, tapi Bapak menyuruh mencari
orang yang alumni pondok Sarang disekitar sini untuk mendampingi saya menyambut
tamu laki-laki yang bukan mahram, walaupun tamu tersebut adalah ustadz saya di
pondok. Begitulah sifat Bapak yang berpegang teguh pada hukum agama yaitu larangan
dalam hal pergaulan lawan jenis”.
Haji pertama 1984
Menurut keterangan dari Bapak
Sa’dulloh Yazid, putra keempat beliau yang sekarang mengajar di MTs. Mazro’atul
Huda Karanganyar, “Bapak dikenal sebagai orang tua yang tegas dan disiplin. Suatu
saat saya pernah bermain setelah sholat Maghrib dan tidak mengaji, kemudian ketahuan
Bapak langsung dipukul pakai ranting daun waru sehingga kami lari terbirit-birit
ke masjid. Jadi slogan “Maghrib..matikan TV,
ayo mengaji!” sudah Bapak ajarkan sejak lama dan sampai sekarangpun kami anak-anaknya
setelah maghrib tidak ada yang menyalakan TV”. Keterangan senada juga
diungkapkan oleh Ibu Ni’mah. Sikap beliau
yang ramah membuat beliau dicintai banyak orang. Bapak juga sangat ta’dzim pada
kyai bahkan sering keluarga diajak silaturrohim ke para kyai, sehingga banyak
kyai yang akrab dengan beliau, diantaranya mbah KH. Arwani Kudus, Mbah KH. Hasan
Mangli Magelang, Mbah KH. Hamid Pasuruhan, Gus Nur Malang dll.. Dengan rasa
cintanya kepada kyai sehingga beliau mempunyai cita-cita anaknya mendapat jodoh
putra/putri kyai agar cucunya nanti ada nasab kyai yang bisa meneruskan perjuangan
ulama’.
Ketika menjelang akhir hayatnya beliau
masih menjalankan aktivitas seperti biasa. Beliau masih sempat berkunjung ke berbagai
tempat dimana beliau masih dibutuhkan kehadirannya, baik itu rapat majlis
taklim maupun yang lainnya. Sebelum wafat beliau berpesan agar anak-anaknya hidup
rukun dan tidak menyakiti satu sama lain. Setelah berjuang mengajarkan agama
Islam di Karanganyar Demak, beliau dipanggil oleh Allah yang Maha Kuasa pada
usia 71 tahun, tepat pada tanggal 25 November 2009, karena sakit yang
dideritanya. KH. Masruchan adalah sosok yang dapat ditiru, baik akhlaknya,
sikap hidupnya, kedermawananya, pengamalan hidupnya, dan masih banyak contoh-contoh
baik yang telah dilakukan beliau. Saya berharap biografi ini bermanfaat untuk masyarakat
dan generasi muda pada umumnya.
Nara sumber:
1.
Bapak KH. Ahmad
Rodhi, S.Pd.I. (Teman seperjuangan)
2.
Bapak Abdulloh Syamsi
(Tokoh Masyarakat)
3.
Ibu Hj.
Mukhsodah (Istri)
4.
Ibu Hj. Muzlifatun
Ni’mah ( putra ke 3)
5.
Bapak Sa’dulloh
Yazid (putra ke 4)